
Tidak terdapat individu tunggal masa kini yang pernah hidup bersama dinosaurus pada periode 246-66 juta tahun lalu. Meskipun demikian, terdapat kelompok spesies yang bertahan hidup hingga sekarang memiliki leluhur yang sangat mirip dengan dinosaurus.
Perlu dicatat bahwa spesies ini bukanlah replika yang tidak berubah dari leluhurnya. Materi genetik mereka telah mengalami modifikasi dan berevolusi secara signifikan selama jutaan tahun.
Namun, spesies keturunan ini menawarkan wawasan tentang bentuk kehidupan pada masa lampau. Spesies-spesies ini sering disebut sebagai “fosil hidup”.
Nah kira-kira spesies apa aja ya yang berhasil bertahan hidup dari zaman dinosaurus?
Spesies – spesies yang berhasil bertahan dari zaman Dinosaurus
1. Jenis Buaya
Saat ini, terdapat lebih dari dua puluh empat spesies buaya, meliputi buaya sejati, aligator, caiman, dan gharial. Nenek moyang buaya tersebut hidup bersama dinosaurus pada Periode Kapur Akhir, sekitar 80 juta tahun lalu.
Nenek moyang buaya memiliki kemiripan dengan buaya modern. Mereka juga banyak menghabiskan waktu di sekitar perairan, berjemur, dan mengintai mangsa.
Meski terkesan tidak berubah selama 80 juta tahun, buaya modern berbeda dengan nenek moyang mereka yang pertama kali muncul pada Periode Trias Akhir, sekitar 235 juta tahun lalu. Kerabat buaya yang telah punah memiliki keragaman jauh lebih tinggi dibandingkan keturunan modern mereka.
2. Kepiting Tapal Kuda
Meskipun dinamakan kepiting tapal kuda, spesies ini tidak termasuk dalam taksonomi kepiting. Mereka justru memiliki kedekatan kekerabatan yang lebih besar dengan laba-laba, kutu, dan kalajengking.
Nenek moyang kepiting tapal kuda pertama kali hadir pada Periode Ordovisium akhir, sekitar 445 juta tahun yang lalu. Namun, famili modern mereka, Limulidae, baru muncul pada Periode Trias awal, sekitar 250 juta tahun yang lalu.
Selama periode hampir 250 juta tahun, kepiting tapal kuda mengalami “stasis morfologis”, yang ditandai dengan perubahan anatomi yang minim.
Pola hidup mereka juga tidak berubah. Seperti nenek moyangnya, kepiting tapal kuda modern masih ditemukan di dasar laut berlumpur, tempat mereka berburu cacing dan moluska kecil.
Hewan ini telah selamat dari beberapa peristiwa kepunahan massal, termasuk kehancuran akibat asteroid yang memusnahkan dinosaurus. Diperkirakan ketahanan mereka terhadap kepunahan dipengaruhi oleh toleransi terhadap kondisi ekstrem, seperti kadar oksigen rendah.
3. Tawon Kayu Cedar
Dari famili tawon yang pernah beranggotakan 50 spesies pada periode Jurassic Tengah, kini hanya tersisa satu spesies, yaitu tawon kayu cedar berukuran 1 cm (0,3 inci).
Tawon kayu cedar (Syntexis libocedrii) merupakan endemik pegunungan California tengah dan British Columbia. Namun, leluhurnya tersebar luas di seluruh Eurasia.
Tawon kayu cedar unik karena bertelur pada kayu cedar yang baru terbakar. Larvanya yang berbentuk silinder akan muncul dan mengebor kayu untuk memakannya selama tiga tahun. Menjelang akhir hidupnya, larva akan bertransformasi menjadi tawon dewasa dalam beberapa hari.
4. Tuatara
Pada periode awal Jurasik, sekitar 200 juta tahun yang lalu, ketika keanekaragaman dinosaurus mengalami ledakan, kelompok reptil bersisik lainnya turut berkembang. Kelompok ini adalah Sphenodontidae, famili reptil yang sebelumnya sangat beragam dan kini hanya tersisa satu spesies, yaitu Sphenodon punctatus atau tuatara.
Tuatara memiliki kemiripan fisik dengan kadal, dengan kulit bersisik, tungkai yang terentang, dan kaki/tangan bercakar. Namun, mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan langsung dengan kadal. Nenek moyang mereka berasal dari periode sekitar 250 juta tahun yang lalu, setelah peristiwa kepunahan massal yang dikenal sebagai “Great Dying”.
Saat ini, tuatara hanya ditemukan di beberapa pulau kecil tak berpenghuni yang terletak di sekitar Pulau Utara Selandia Baru. Mereka berbagi pulau-pulau tersebut dengan burung laut.
Seperti beberapa spesies kadal, tuatara memiliki mata ketiga, yang disebut mata parietal, yang terletak di atas kepala mereka. Pada tuatara dewasa, mata ini tertutup oleh sisik yang tidak tembus cahaya, tetapi terlihat pada anakan yang baru menetas. Kemungkinan besar, tuatara menggunakan mata ketiga mereka untuk mengatur ritme sirkadian dan temperatur tubuh.
5. Platipus
Dalam “On the Origin of Species”, Charles Darwin mengusulkan istilah “fosil hidup” untuk menggambarkan platipus yang mencengangkan. Makhluk ini sangat berbeda dari mamalia Australia lainnya karena memiliki keunikan sebagai mamalia bertelur.
Selain itu, platipus juga memiliki paruh bebek dan taji berbisa pada kaki belakang jantan. Paruhnya memiliki ribuan elektroreseptor yang digunakan untuk mendeteksi gerakan di perairan keruh.
Platipus mencari makan dengan menyaring dasar sungai berlumpur, mengonsumsi udang, cacing, dan udang karang. Meski tidak bergigi saat dewasa, platipus bayi memiliki gigi kecil yang kemudian tenggelam ke dalam paruh. Gigi-gigi ini membantu ahli paleontologi menelusuri garis keturunan evolusi platipus.
Platipus, bersama echidna (kerabat terdekat yang masih hidup), merupakan perwakilan terakhir dari kelompok mamalia awal yang disebut Monotremata. Sekitar 170 juta tahun yang lalu, di era Jurassic, kelompok ini berpisah dari Marsupial (kanguru, koala, wombat) dan Placenta (paus, gajah, manusia).
6. Ikan Paru-paru (Lungfish)
Ikan lungfish termasuk kelompok purba yang muncul pada masa Devon, sekitar 410 juta tahun lalu. Masa ini ditandai dengan munculnya dua jenis utama ikan bertulang, yaitu ikan bersirip pari dan bersirip lobus.
Meski tidak mengalami banyak perubahan setelah ratusan juta tahun, ikan lungfish jauh dari kata primitif. Paru-paru mereka terbagi menjadi kantung udara yang lebih kecil, memaksimalkan luas permukaan untuk pertukaran gas. Kebanyakan lungfish modern memiliki dua paru-paru, kecuali spesies Australia yang hanya memiliki satu.
Saat ini, terdapat enam spesies lungfish yang diketahui, tersebar di Afrika, Amerika Selatan, dan Australia. Berbeda dengan nenek moyangnya, lungfish modern hidup di lingkungan air tawar.
Pada masa Devon, lungfish tersebar di seluruh dunia dan hidup berdampingan dengan kerabat dekat bersirip lobus, termasuk tetrapoda yang kemudian bermigrasi ke darat dan berevolusi menjadi amfibi, reptil, dinosaurus, burung, dan mamalia.
7. Coelacanth
Selama periode tak kurang dari satu abad, ikan yang sangat sulit ditangkap dan berpenampilan purba ini hanya diketahui keberadaannya melalui temuan fosil, dan diduga telah punah bersama dinosaurus 66 juta tahun silam.
Pada tahun 1938, saat memeriksa hasil tangkapan nelayan di sebuah pasar lokal di Eastern Cape, Afrika Selatan, kurator museum Marjorie Courtenay-Latimer menemukan seekor ikan coelacanth yang baru saja ditangkap, suatu penemuan yang mengejutkan karena para ilmuwan meyakini ikan tersebut telah punah.
Saat ini, hanya tersedia dua spesies ikan coelacanth yang teridentifikasi. Walaupun demikian, dari asal-usulnya pada masa Devon Awal (409 juta tahun lalu) hingga saat ini, telah dideskripsikan lebih dari 100 spesies fosil dari ikan tersebut.
Serupa dengan hewan lain yang juga disebut sebagai fosil hidup, coelacanth sesungguhnya menunjukkan keanekaragaman hayati yang luar biasa pada masa kejayaannya.
Dua spesies coelacanth yang diketahui saat ini hidup terbatas di perairan dalam Samudra Hindia bagian barat. Mereka bermukim di dalam gua dan hanya keluar pada malam hari untuk memangsa ikan yang lebih kecil.
Dugaan yang ada menyebutkan bahwa kemampuan adaptasi terhadap lingkungan perairan dalam yang relatif stabil menjadi faktor utama yang menyelamatkan coelacanth dari kepunahan 66 juta tahun lalu.
Selain berhasil lolos dari kepunahan yang menewaskan dinosaurus, ikan coelacanth juga berhasil bertahan hidup dari ‘Great Dying’ yang memusnahkan sekitar 90 persen spesies di Bumi, serta dari dua dari lima kepunahan massal Bumi.
Baca Juga : Delirium dalam Light Shop: Menyelami Gangguan Mental yang Sering Terabaikan