Jakarta – Kerusuhan, yang terjadi dengan upaya menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang diwarnai dengan tuntutan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Pilkada berubah menjadi kerusuhan di beberapa wilayah Indonesia pada Kamis, 22 Agustus 2024. Ribuan massa memenuhi jalanan di berbagai kota, termasuk Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, hingga Makassar. Sementara tujuan utama demonstrasi adalah menyampaikan aspirasi dan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak mengesahkan RUU tersebut, aksi yang berlangsung sepanjang hari itu berubah menjadi kekacauan yang sulit dikendalikan.

Kronologi Kerusuhan

Di Jakarta, massa berkumpul di depan Gedung DPR RI sejak pagi hari, membawa spanduk dan poster yang berisi tuntutan untuk menghentikan pengesahan RUU Pilkada yang dinilai bertentangan dengan putusan MK. Di tengah situasi yang semakin memanas, massa mulai memblokir jalan utama di sekitar gedung parlemen. Kemacetan parah tidak bisa dihindarkan, menambah frustrasi masyarakat yang terjebak di jalan.

Sekitar siang hari, massa aksi yang awalnya damai mulai menunjukkan ketegangan ketika aparat kepolisian berusaha membubarkan kerumunan dengan menggunakan water cannon dan gas air mata. Beberapa peserta aksi yang tidak terima dengan tindakan tersebut mulai melemparkan batu dan botol ke arah petugas. Bentrokan pun tidak terelakkan, dengan kedua belah pihak saling dorong dan terjadi saling serang. Situasi semakin kacau ketika kelompok-kelompok kecil dalam massa aksi mulai melakukan tindakan anarkis dengan merusak fasilitas umum, termasuk halte bus dan lampu lalu lintas.

Tidak hanya di Jakarta, situasi serupa terjadi di Bandung dan Yogyakarta. Di Bandung, massa aksi yang tadinya berkumpul di depan Gedung Sate, mendadak menjadi tak terkendali ketika beberapa orang dari kelompok demonstran merangsek masuk ke halaman gedung. Mereka berusaha menerobos barikade polisi, memicu bentrokan yang menyebabkan beberapa orang terluka, baik dari pihak demonstran maupun aparat keamanan.

Di Yogyakarta, aksi unjuk rasa yang digelar di sekitar Malioboro juga berubah menjadi kerusuhan setelah kelompok demonstran yang marah mulai menyalakan kembang api dan melemparkan petasan ke arah petugas yang berjaga. Beberapa kendaraan yang diparkir di sekitar lokasi kejadian dirusak, sementara toko-toko di sepanjang jalan Malioboro terpaksa menutup operasional lebih awal untuk menghindari kerusakan lebih lanjut.

Kerusuhan di Tengah Aksi Kawal Putusan MK

Penyebab Ketegangan

Salah satu pemicu utama kerusuhan ini adalah ketidakpuasan massa terhadap penanganan aspirasi mereka oleh pihak berwenang. Demonstran merasa bahwa tuntutan mereka, yang berfokus pada penolakan RUU Pilkada dan penegakan putusan MK, diabaikan oleh DPR dan pemerintah. Mereka khawatir bahwa pengesahan RUU Pilkada akan menggerus prinsip demokrasi, karena dianggap memberikan celah bagi manipulasi dalam proses pemilihan kepala daerah.

Kekecewaan massa juga dipicu oleh tindakan aparat kepolisian yang dianggap berlebihan dalam menangani aksi demonstrasi. Penggunaan kekuatan, seperti water cannon dan gas air mata, dianggap tidak proporsional dan justru memicu kemarahan di kalangan demonstran, yang mayoritasnya adalah mahasiswa dan aktivis.

Selain itu, adanya kelompok-kelompok kecil dalam massa aksi yang dengan sengaja memprovokasi situasi juga memperkeruh suasana. Kelompok-kelompok ini, yang diduga memiliki agenda sendiri, memanfaatkan momen demonstrasi untuk menciptakan kekacauan, merusak fasilitas umum, dan menyerang aparat keamanan.

 

Dampak Kerusuhan

Kerusuhan yang terjadi di beberapa kota ini menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Di Jakarta, kerusakan fasilitas umum di sekitar Gedung DPR diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Beberapa halte bus TransJakarta hancur, lampu lalu lintas rusak, dan jalan raya penuh dengan sisa-sisa batu dan botol yang digunakan sebagai senjata oleh demonstran.

Di Bandung, situasi yang tidak terkendali menyebabkan penutupan beberapa ruas jalan utama, mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari. Di Yogyakarta, kawasan wisata Malioboro yang biasanya ramai pengunjung, mendadak sepi setelah insiden kerusuhan. Banyak wisatawan yang terpaksa meninggalkan lokasi lebih awal, sementara pedagang kaki lima di sekitar Malioboro mengalami penurunan pendapatan akibat terpaksa menutup lapak mereka lebih awal.

Korban luka-luka juga dilaporkan dari berbagai kota. Di Jakarta, setidaknya 20 orang dirawat di rumah sakit akibat luka-luka yang mereka alami selama bentrokan dengan aparat keamanan. Beberapa di antaranya mengalami luka serius akibat terkena batu atau terjatuh saat berusaha menghindari kerusuhan.

Reaksi Pihak Berwenang

Menanggapi situasi yang semakin tidak terkendali, pihak kepolisian mengerahkan tambahan personel untuk mengamankan area yang menjadi pusat kerusuhan. Di Jakarta, ribuan polisi dari berbagai satuan dikerahkan untuk memulihkan ketertiban di sekitar Gedung DPR dan sekitarnya. Begitu pula di Bandung dan Yogyakarta, di mana aparat keamanan terus berupaya untuk membubarkan massa dan mencegah kerusuhan meluas ke area lain.

Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mengeluarkan pernyataan yang menyesalkan terjadinya kerusuhan ini. Mereka menegaskan bahwa aspirasi masyarakat tetap dihargai dan akan dipertimbangkan dalam proses legislasi, namun menekankan pentingnya menjaga ketertiban umum dan tidak melakukan tindakan anarkis.

DPR juga mengeluarkan pernyataan yang meminta masyarakat untuk tetap tenang dan percaya bahwa proses legislasi akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Mereka berjanji akan mengkaji ulang RUU Pilkada dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat yang menolak pengesahan undang-undang tersebut.

Baca Juga : Penelitian: Fenomena TikTok di Kalangan Anak-Anak, Antara Hiburan dan Tantangan

Baca Juga : Black Myth: Wukong, Fenomena Baru di Dunia Game