Sugeng ,Pembunuh pemutilasi sadis yang menuliskan pesan-pesan aneh di beberapa bagian tubuh korban. Salah satu tulisan di kaki korban berbunyi: “Wahyu Yang Kuterima Dari Gereja Comboran Ketemu Dengan Yesus dan Kerabatnya.” Pesan ini membingungkan banyak pihak dan menimbulkan spekulasi tentang kondisi kejiwaan Sugeng. Tidak ada hubungan yang jelas antara pesan ini dan tindakan brutalnya, tetapi beberapa menduga bahwa Sugeng mungkin mengalami delusi atau gangguan mental yang menyebabkan tindakannya.

Tidak hanya pada tubuh korban, Sugeng juga meninggalkan pesan-pesan di dinding lokasi kejadian. Salah satu kalimat yang ditulisnya di tembok berbunyi: “Orang ruwet lihat kalau akan menjelang mau meninggal dunia atau mati bahasa inggris det siksaan penyakit komplikasi mati mengenaskan.” Tulisan ini semakin memperkuat dugaan bahwa Sugeng mengalami gangguan psikis. Kalimat-kalimat tersebut tidak memiliki makna yang jelas, tetapi menunjukkan adanya pikiran-pikiran kacau yang mungkin mempengaruhi tindakannya.

Sketsa dan Penyebaran di Media Sosial

Setelah kasus mutilasi ini terungkap, foto-foto korban dan sketsa dari bagian tubuh yang dimutilasi tersebar luas di media sosial. Warga Malang dan pengguna internet di seluruh Indonesia dikejutkan dengan penyebaran gambar-gambar tersebut. Kasus ini dengan cepat menjadi viral, dengan banyak orang membahas peristiwa mengerikan ini di berbagai platform media sosial.
Kronologi Kasus Sugeng dan Pesan Aneh yang Menggemparkan

Penyebaran gambar-gambar tersebut memicu reaksi beragam dari masyarakat. Beberapa orang merasa ngeri dan terkejut, sementara yang lain menuntut agar polisi segera menangkap Sugeng. Desakan publik untuk menangkap pelaku semakin meningkat, seiring dengan ketakutan bahwa Sugeng bisa melakukan tindakan serupa di masa depan.

Penyelidikan Polisi dan Kondisi Kejiwaan Sugeng

Setelah tubuh korban ditemukan, pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan untuk mengungkap pelaku di balik mutilasi brutal ini. Sugeng, yang telah dikenal di sekitar Pasar Besar, menjadi tersangka utama setelah saksi-saksi melaporkan aktivitas mencurigakan yang dilakukannya.

Setelah berhasil ditangkap, polisi mulai mendalami kondisi mental Sugeng. Dugaan awal menyatakan bahwa Sugeng kemungkinan mengalami gangguan jiwa yang berat, mengingat keanehan dari pesan-pesan yang ditulisnya serta cara brutal ia memperlakukan tubuh korban. Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan oleh ahli kejiwaan untuk menentukan apakah Sugeng layak untuk diadili atau memerlukan perawatan di rumah sakit jiwa.

Kondisi tunawisma Sugeng juga menjadi perhatian. Hidup di jalanan tanpa akses yang memadai ke layanan kesehatan, terutama kesehatan mental, bisa memperparah masalah yang sudah ada. Banyak yang berspekulasi bahwa jika Sugeng mendapatkan perawatan lebih dini, mungkin kejahatan mengerikan ini bisa dicegah.

Dampak Sosial dan Kegelisahan Masyarakat

Kasus Sugeng dan mutilasi yang dilakukannya menciptakan gelombang kegelisahan di kalangan masyarakat, khususnya di Malang. Pasar Besar, yang sebelumnya dikenal sebagai tempat perbelanjaan tradisional yang ramai, mendadak menjadi lokasi yang dihindari banyak orang. Masyarakat setempat takut bahwa ada bahaya lain yang mengintai, terutama dengan adanya tunawisma yang diduga memiliki gangguan mental dan bisa melakukan kekerasan serupa.

Pemerintah daerah dan aparat keamanan berupaya untuk menenangkan warga dengan meningkatkan patroli di area Pasar Besar. Selain itu, kasus ini juga memicu diskusi yang lebih luas tentang penanganan tunawisma dan pentingnya kesehatan mental di Indonesia. Sugeng hanyalah satu dari banyak tunawisma di Indonesia yang hidup tanpa akses ke layanan yang memadai. Banyak pihak yang mendesak agar pemerintah memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan tunawisma dan menyediakan fasilitas kesehatan mental yang terjangkau.

Kesimpulan

Kasus mutilasi yang dilakukan oleh Sugeng di Malang pada tahun 2019 meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat. Kejahatan ini tidak hanya mengungkap sisi gelap kehidupan jalanan dan tunawisma, tetapi juga menyoroti pentingnya peran kesehatan mental dalam mencegah tragedi serupa di masa depan. Pesan-pesan aneh yang ditinggalkan Sugeng serta brutalitas tindakannya memperkuat dugaan bahwa ia mungkin menderita gangguan kejiwaan.

Tragedi ini mengingatkan kita bahwa di balik kehidupan sehari-hari yang terlihat normal, ada individu-individu yang berjuang dengan masalah-masalah serius yang bisa meledak dalam bentuk kekerasan. Langkah-langkah preventif seperti pemberian akses yang lebih baik untuk layanan kesehatan mental dan dukungan bagi tunawisma bisa menjadi salah satu solusi untuk mencegah peristiwa serupa di masa depan.