Perkembangan teknologi dalam beberapa tahun terakhir telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dunia pendidikan. Salah satu teknologi yang paling banyak dibicarakan adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Teknologi ini telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk cara siswa belajar dan menyelesaikan tugas mereka. Namun, penggunaan AI dalam pendidikan juga memicu perdebatan, terutama terkait etika dan batasan penggunaannya.

Sebuah kasus baru-baru ini di sebuah sekolah di Indonesia menjadi sorotan, di mana seorang siswa dihukum oleh sekolah karena menggunakan AI untuk mengerjakan tugasnya. Kasus ini semakin rumit ketika orang tua siswa tersebut tidak terima dengan hukuman yang dijatuhkan, sehingga memutuskan untuk menggugat sekolah. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai kasus tersebut, alasan di balik hukuman, serta pandangan dari kedua belah pihak.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini terjadi di sebuah sekolah menengah atas di salah satu kota besar di Indonesia. Seorang siswa (kita sebut saja A) diberikan tugas oleh gurunya untuk menulis esai tentang perkembangan teknologi dalam kehidupan manusia. Esai ini merupakan bagian penting dari penilaian semester dan menjadi salah satu syarat kelulusan mata pelajaran yang diampu.

Namun, ketika guru membaca tugas yang diserahkan oleh A, ia merasa ada yang janggal. Tulisannya terlalu rapi dan kalimat-kalimatnya terdengar terlalu canggih untuk level kemampuan menulis A yang sebenarnya. Setelah dilakukan pengecekan lebih lanjut, guru menemukan bahwa A menggunakan AI, tepatnya program chatbot bernama ChatGPT, untuk membuat esai tersebut.

Guru merasa bahwa tindakan A melanggar aturan sekolah terkait integritas akademik. Menurut aturan sekolah, semua tugas harus dikerjakan sendiri oleh siswa, kecuali jika ada izin khusus untuk menggunakan bantuan teknologi. Pihak sekolah akhirnya memutuskan untuk memberikan hukuman kepada A berupa penurunan nilai dan larangan mengikuti beberapa kegiatan ekstrakurikuler selama sebulan.

Pandangan Pihak Sekolah Terhadapa Perkembangan teknologi

Dari sudut pandang sekolah, hukuman yang dijatuhkan kepada A didasarkan pada prinsip kejujuran akademik. Mereka berpendapat bahwa penggunaan AI untuk membuat tugas sama dengan plagiarisme, karena siswa tidak benar-benar menggunakan kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sekolah merasa bahwa penting bagi siswa untuk memahami materi yang diajarkan, dan tugas adalah cara untuk mengukur pemahaman tersebut.

Menurut kepala sekolah, AI seperti ChatGPT memang dapat membantu siswa dalam belajar, tetapi tidak boleh digunakan untuk mengerjakan tugas secara otomatis tanpa pemahaman dari siswa. “Kami tidak menentang teknologi, tetapi kami ingin siswa kami belajar dengan sungguh-sungguh. Menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas tanpa pemahaman adalah kecurangan,” kata kepala sekolah dalam pernyataannya.

Selain itu, sekolah juga berpendapat bahwa penggunaan AI dalam menyelesaikan tugas dapat menghambat perkembangan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswa. Mereka menekankan bahwa proses belajar yang sesungguhnya adalah ketika siswa berpikir dan berusaha sendiri untuk memahami materi, bukan mengandalkan teknologi untuk memberikan jawaban instan.

Pandangan Orang Tua dan Siswa

Di sisi lain, orang tua A memiliki pendapat yang berbeda. Mereka merasa bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada anak mereka terlalu berlebihan dan tidak proporsional. Menurut mereka, A tidak sepenuhnya salah karena dia hanya menggunakan teknologi yang tersedia untuk membantu menyelesaikan tugas. Orang tua A berpendapat bahwa penggunaan AI dalam dunia pendidikan seharusnya tidak langsung dianggap sebagai tindakan curang, melainkan sebagai bentuk adaptasi terhadap perkembangan zaman.

“Apa yang salah dengan menggunakan teknologi? Di dunia kerja, orang-orang juga menggunakan berbagai alat teknologi untuk mempermudah pekerjaan mereka. Bukankah sekolah seharusnya mempersiapkan anak-anak kita untuk masa depan?” ujar ayah A dalam sebuah wawancara dengan media lokal.

Orang tua A juga menyebutkan bahwa anak mereka tidak sepenuhnya memahami aturan terkait penggunaan AI dalam mengerjakan tugas. Mereka merasa bahwa sekolah seharusnya memberikan bimbingan lebih jelas tentang bagaimana siswa bisa menggunakan teknologi secara etis, daripada langsung memberikan hukuman yang berat.

Karena merasa tidak puas dengan keputusan sekolah, orang tua A akhirnya memutuskan untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Mereka menggugat sekolah dengan alasan bahwa hukuman yang dijatuhkan melanggar hak pendidikan anak mereka dan tidak sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini.

Perdebatan Etika Penggunaan AI dalam Pendidikan

Kasus ini menimbulkan diskusi luas di masyarakat tentang etika penggunaan AI dalam pendidikan. Di satu sisi, teknologi AI seperti ChatGPT dapat membantu siswa belajar lebih efektif dengan memberikan informasi yang cepat dan akurat. AI juga bisa menjadi alat bantu yang sangat berguna, terutama bagi siswa yang memiliki kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Misalnya, AI bisa memberikan penjelasan yang lebih sederhana atau contoh-contoh yang relevan untuk membantu siswa memahami topik tertentu.

Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa penggunaan AI yang tidak terkontrol dapat merusak integritas akademik dan mengurangi kualitas pembelajaran. Jika siswa hanya mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas, mereka mungkin tidak benar-benar memahami materi yang sedang dipelajari. Hal ini dapat menyebabkan masalah jangka panjang, di mana siswa menjadi kurang mampu berpikir kritis dan mandiri dalam menyelesaikan masalah.

Dalam kasus A, pertanyaan utama yang muncul adalah: apakah menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas sama dengan menyontek? Beberapa ahli berpendapat bahwa penggunaan AI tanpa pengawasan dapat dianggap sebagai kecurangan, karena siswa tidak benar-benar melakukan pekerjaan mereka sendiri. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa selama siswa tetap terlibat dalam proses pembelajaran dan memahami apa yang dilakukan AI, penggunaan teknologi ini dapat diterima.

Dampak Teknologi AI pada Pendidikan

Penting untuk melihat kasus ini dalam konteks yang lebih luas, yaitu bagaimana teknologi AI mempengaruhi pendidikan secara keseluruhan. AI telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk cara kita bekerja, berkomunikasi, dan belajar. Di dunia pendidikan, AI berpotensi menjadi alat yang sangat bermanfaat jika digunakan dengan cara yang benar.

Beberapa manfaat AI dalam pendidikan antara lain:
1. Pembelajaran yang lebih personal: AI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap siswa. Misalnya, AI dapat memberikan latihan tambahan bagi siswa yang kesulitan dengan suatu topik atau mempercepat pembelajaran bagi siswa yang lebih cepat memahami materi.

2. Akses informasi yang cepat: Dengan AI, siswa dapat dengan mudah mengakses informasi dari berbagai sumber hanya dengan beberapa klik. Ini memudahkan mereka untuk mencari referensi dan memahami materi yang lebih kompleks.

3. Efisiensi dalam penyelesaian tugas: AI dapat membantu siswa menyelesaikan tugas-tugas rutin yang mungkin memakan waktu, sehingga mereka bisa lebih fokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti pemahaman konsep.

Namun, penggunaan AI juga membawa tantangan baru, seperti:

1. Kurangnya keterlibatan aktif siswa: Jika siswa terlalu mengandalkan AI, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas. Mereka bisa menjadi terlalu bergantung pada mesin, tanpa benar-benar belajar cara menyelesaikan masalah secara mandiri.

2. Isu etika dan kejujuran akademik: Seperti yang terlihat dalam kasus A, penggunaan AI dapat menimbulkan masalah terkait kejujuran akademik. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa siswa benar-benar memahami materi jika mereka hanya mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas mereka?

3. Ketimpangan akses: Tidak semua siswa memiliki akses yang sama terhadap teknologi canggih seperti AI. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan pendidikan, di mana siswa yang kurang mampu mungkin tertinggal karena tidak memiliki akses yang sama dengan teman-teman mereka yang lebih beruntung.

Perkembangan Teknologi vs Pendidikan

Apa yang Harus Dilakukan Sekolah?

Untuk mengatasi masalah ini, sekolah harus mempertimbangkan cara terbaik untuk mengintegrasikan teknologi AI ke dalam proses belajar-mengajar tanpa mengorbankan kualitas pendidikan. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
1. Menyusun kebijakan penggunaan AI yang jelas: Sekolah harus menetapkan pedoman yang jelas tentang bagaimana dan kapan siswa diperbolehkan menggunakan AI dalam mengerjakan tugas. Pedoman ini harus disosialisasikan kepada siswa dan orang tua agar semua pihak memahami batasan-batasannya.

2. Mengajarkan etika penggunaan teknologi: Siswa perlu dibekali dengan pemahaman tentang etika penggunaan teknologi. Mereka harus diajarkan bahwa AI adalah alat bantu, bukan pengganti usaha mereka dalam belajar. Siswa juga perlu diajarkan tentang pentingnya kejujuran dan integritas dalam akademik.

3. Memberikan tugas yang mendorong berpikir kritis: Alih-alih memberikan tugas-tugas yang dapat dengan mudah diselesaikan oleh AI, guru bisa merancang tugas yang lebih kompleks dan menantang, yang membutuhkan pemikiran kritis dan kreativitas dari siswa.

4. Memanfaatkan AI sebagai alat bantu belajar, bukan pengganti: AI sebaiknya digunakan sebagai alat untuk membantu siswa dalam proses belajar, misalnya untuk memberikan umpan balik atau latihan tambahan, tetapi bukan sebagai alat untuk menyelesaikan tugas tanpa keterlibatan siswa.

Kasus siswa yang dihukum karena menggunakan AI untuk membuat tugas dan gugatan yang diajukan oleh orang tuanya mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan di era digital ini. Meskipun teknologi AI menawarkan banyak manfaat, penggunaannya dalam pendidikan juga harus diawasi dengan ketat untuk memastikan bahwa siswa tetap mendapatkan manfaat yang maksimal dari proses belajar

Baca juga : Lisa BLACKPINK Fan Meetup di Jakarta: Tiket Masih Tersedia Setelah 9 Jam Penjualan