Jakarta, SatuRakyat – Ribuan, dokter residen di beberapa rumah sakit besar Korea Selatan telah mengambil tindakan ekstrem dengan mengundurkan diri atau berhenti bekerja pada Selasa (20/2/2024), sebagai bentuk protes terhadap rencana pemerintah untuk memperluas jumlah fakultas kedokteran. Aksi mogok kerja ini menyusul pengunduran diri massal sekitar 6.500 dokter sebelumnya dari total 13 ribu yang bekerja di rumah sakit besar.

Protes ini berdampak serius pada pelayanan kesehatan, khususnya dalam hal penundaan prosedur bedah dan pengobatan yang memaksa rumah sakit untuk mengubah jadwal operasi dan janji temu pasien. Pemerintah sebelumnya berencana meningkatkan penerimaan calon dokter dengan membuka fakultas kedokteran yang dapat menampung tambahan 2.000 orang pada tahun ajaran 2025, dengan target pembukaan calon dokter mencapai 10 ribu pada 2035.

Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mundur dari rencana tersebut, menyebutnya sebagai langkah reformasi yang diperlukan. Namun, para dokter memprotes keras, khawatir bahwa peningkatan drastis ini dapat mengurangi kualitas layanan, serta merugikan gaji dan status sosial mereka.

Asosiasi Medis Korea menuduh pemerintah menerapkan kebijakan populis menjelang pemilihan legislatif bulan April, dengan kekhawatiran bahwa perubahan ini akan meningkatkan jumlah pengunjung ke rumah sakit dan berdampak negatif pada sistem asuransi kesehatan.

Meskipun hukum Korea Selatan membatasi kemampuan staf medis untuk melakukan mogok kerja, lebih dari 1.600 staf medis telah mengambil langkah tersebut. Polisi mengancam penangkapan bagi para penghasut mogok pekerjaan, tetapi para dokter menyatakan bahwa tindakan hukum ini mirip dengan perburuan ‘penyihir’.

Korea Selatan, dengan populasi 52 juta jiwa, memiliki rasio dokter per penduduk 2,6 pada 2022, jauh di bawah rata-rata 3,7 untuk negara-negara OECD. Meskipun rencana pemerintah mendapat dukungan publik sekitar 76 persen menurut jajak pendapat Gallup Korea, kelompok dokter dan mahasiswa kedokteran berpendapat bahwa jumlah dokter sudah mencukupi dan peningkatan dapat menyebabkan prosedur medis yang tidak perlu serta melemahkan keuangan rencana asuransi kesehatan nasional.

Asosiasi Perguruan Tinggi Kedokteran Korea telah menyerukan peningkatan penerimaan yang jauh lebih rendah, sekitar 11 persen. Meskipun permohonan untuk pengunduran diri pada hari Senin tidak diterima, sekitar 1.630 staf medis telah pulang pada hari tersebut. Perdana Menteri Han Duck-soo merespons dengan memerintahkan tindakan darurat, termasuk penggunaan telemedisin, peningkatan operasi di rumah sakit umum, dan pembukaan klinik militer, sementara terus memohon kepada para dokter untuk tidak menyandera nyawa dan kesehatan masyarakat.

Baca juga : Sukses! Peluncuran Satelit Merah Putih 2 Era Baru Indonesia