“Saya kehilangan bayi saya, kehilangan pernikahan, dan diri saya sendiri,” ungkap Lauren, menceritakan awal mula tragedi yang menimpanya.
Awalnya, Lauren didiagnosis dengan infeksi saluran kemih. Namun, pada minggu ke-18 kehamilannya, kondisinya semakin memburuk hingga rasa sakit yang dirasakannya tidak lagi tertahankan. Menyadari situasi yang semakin serius, ibu Lauren langsung membawanya ke rumah sakit.
“Mereka membawa kursi roda dan membawa saya ke ruang persalinan. Ruangan itu sekarang saya sebut sebagai ruang berkabung,” kata Lauren, yang tinggal di West Yorkshire, Inggris.
Setiba di rumah sakit, Lauren hanya bisa menatap ibunya dan bertanya mengapa mereka ada di sana. Dokter yang bertugas menjelaskan bahwa mereka tidak bisa menyelamatkan kandungannya. Jika Lauren tidak segera melahirkan, nyawanya sendiri berada dalam bahaya.
“Dia dilahirkan dalam kantungnya, hidup, mengisap jempol, dan masih bergerak. Dia bernapas sepenuhnya tanpa bantuan dan menggerakkan lengan serta kakinya,” kenang Lauren, dengan air mata mengalir di wajahnya. “Mereka menyerahkan bayi itu kepada saya, menggendongnya sampai bayi itu meninggal.”
Penelusuran atas kematian bayinya dimulai, dan di saat itulah Lauren baru mengetahui bahwa dirinya positif mengidap klamidia dan gonore. Awalnya, Lauren tidak percaya. Namun, lambat laun ia menyadari kenyataan pahit tersebut.
“Satu-satunya cara saya bisa tertular IMS adalah melalui hubungan seks. Dan satu-satunya orang yang berhubungan seks dengan saya adalah suami saya. Dia memberiku ini (menularkannya) dan aku tidak mengetahuinya,” katanya dengan nada penuh kepedihan.
Akhirnya, Lauren memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya. Ia merasa dikhianati dan sangat terluka oleh perbuatan suaminya yang tanpa disadari telah merenggut nyawa buah hatinya. Belajar dari pengalamannya, Lauren mengimbau publik untuk melakukan pemeriksaan IMS secara rutin, terutama di awal kehamilan.
Dr. Claire Dewsnap, konsultan pengobatan genitourinaria di Rumah Sakit Pendidikan Sheffield, mengungkapkan bahwa pemeriksaan atau tes untuk klamidia dan gonore biasanya tidak diwajibkan untuk wanita di bawah usia 25 tahun. Namun, ia berharap hal ini bisa berubah ke depannya.
“Kami ingin semua perempuan dianjurkan untuk tes skrining terkait penyakit-penyakit tersebut. Dan kami ingin hal itu bisa terjadi,” ujar Dr. Dewsnap.
Kisah Lauren menjadi pengingat betapa pentingnya pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh selama kehamilan, serta kesetiaan dalam hubungan pernikahan. Tragedi ini tidak hanya merenggut nyawa seorang bayi yang tak berdosa, tetapi juga menghancurkan kehidupan seorang wanita yang tak bersalah.