Bojonegoro, Jawa Timur – Gelaran Debat Pilkada Bojonegoro 2024 yang berlangsung pada hari Rabu, berakhir dengan insiden tak terduga. Acara yang awalnya diharapkan menjadi forum demokratis bagi para calon pemimpin daerah untuk memaparkan visi dan misi mereka, mendadak harus dihentikan akibat kericuhan yang terjadi di tengah debat.

Kericuhan dipicu oleh tindakan Farida Hidayati, calon Wakil Bupati dari pasangan Teguh Haryono-Farida Hidayati, yang tidak mengikuti aturan debat. Ketika diberikan waktu oleh moderator untuk mengemukakan visi dan misinya, alih-alih memanfaatkan kesempatan tersebut, Farida justru memanggil Teguh Haryono, calon Bupati pasangannya, untuk berbicara di luar jadwal yang telah disepakati.

Langkah ini jelas melanggar kesepakatan format debat yang sudah ditetapkan sebelumnya. Setiap pasangan calon telah diberi waktu masing-masing untuk berbicara, sehingga tindakan Farida mengundang protes keras dari tim pasangan calon lain. Protes ini semakin memanas hingga memicu kericuhan yang tidak dapat dihindari.

Kronologi Kericuhan

Moderator yang bertugas pada acara tersebut awalnya memberi kesempatan kepada Farida Hidayati untuk menyampaikan visi dan misinya. Namun, bukannya berbicara sesuai aturan, Farida justru mengundang Teguh Haryono untuk berbicara di tengah giliran yang sebenarnya bukan untuknya. Teguh Haryono yang tampak acuh tak acuh kemudian naik ke panggung dan mulai berbicara, membuat situasi semakin panas.

Tim pendukung pasangan calon lain segera bereaksi, memprotes tindakan yang dinilai tidak sesuai dengan aturan. Kericuhan pun terjadi, dengan beberapa pendukung saling beradu argumen secara verbal. Upaya moderator untuk menenangkan suasana tidak membuahkan hasil, sehingga acara debat pun harus dihentikan sebelum waktunya demi menghindari kerusuhan lebih lanjut.

Kritik Pedas untuk Teguh Haryono

Tindakan Teguh Haryono yang dianggap mengabaikan aturan debat menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Beberapa pengamat politik lokal bahkan menyebut langkah ini sebagai tanda kurangnya kepemimpinan yang baik. Salah satu warga yang mengikuti jalannya debat secara langsung menyampaikan pandangannya, “Bagaimana mungkin bisa memimpin Bojonegoro jika aturan sederhana seperti debat saja tidak mampu diikuti? Ini jelas menunjukkan kurangnya kedisiplinan.”

Beberapa tokoh masyarakat juga menyayangkan insiden tersebut, mengingat debat merupakan salah satu ajang penting bagi masyarakat untuk menilai kualitas calon pemimpin yang Debat Pilkada Bojonegoro 2024 Dibubarkan Akibat Kericuhanakan mereka pilih. “Kalau begini caranya, bagaimana masyarakat bisa yakin akan kemampuan mereka dalam memimpin? Mereka seharusnya memberikan contoh yang baik,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.

Sikap Teguh Haryono dan Farida Hidayati

Setelah kejadian tersebut, tim Teguh Haryono-Farida Hidayati belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden itu. Namun, beberapa sumber dari pihak mereka mengungkapkan bahwa langkah Farida memanggil Teguh ke panggung adalah bagian dari strategi debat yang sudah direncanakan sebelumnya. Meski begitu, langkah tersebut ternyata melanggar kesepakatan dan membuat debat tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Di sisi lain, pasangan calon lainnya mengkritik keras tindakan Teguh dan Farida. Mereka menilai tindakan tersebut mencoreng proses demokrasi yang sehat dan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap aturan yang telah disepakati bersama. “Kita semua harusnya bermain sesuai aturan, bukan mencari cara untuk merugikan pihak lain,” ungkap salah satu juru bicara tim pasangan calon lainnya.

Dampak Terhadap Proses Demokrasi

Kejadian ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat tentang kualitas proses demokrasi di Bojonegoro. Banyak warga yang merasa bahwa insiden ini mencerminkan rendahnya penghormatan para calon pemimpin terhadap aturan dan etika dalam berpolitik. Padahal, debat pilkada seharusnya menjadi ajang penting untuk menyampaikan gagasan, visi, dan misi yang jelas bagi masyarakat.

Pengamat politik setempat menilai, insiden ini seharusnya menjadi pelajaran bagi semua calon untuk lebih memahami pentingnya etika dalam berpolitik. “Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu mematuhi aturan, menghormati lawan politiknya, dan mengutamakan kepentingan masyarakat di atas segalanya,” ujarnya.

Harapan Ke Depan

Pasca insiden ini, banyak pihak berharap agar KPU Kabupaten Bojonegoro dapat mengambil tindakan tegas. Diperlukan regulasi yang lebih ketat untuk memastikan debat-debat selanjutnya berjalan dengan baik dan mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Masyarakat pun berharap bahwa calon pemimpin yang akan mereka pilih adalah sosok yang mampu memberikan contoh baik dalam segala aspek, termasuk dalam hal mematuhi aturan debat.

Debat pilkada yang seharusnya menjadi ajang transparansi dan komunikasi langsung dengan masyarakat, kini justru memunculkan tanda tanya besar tentang kapasitas para calon pemimpin dalam mengelola konflik dan menjaga integritas selama masa kampanye. Semoga kejadian serupa tidak terulang, dan proses demokrasi di Bojonegoro dapat berjalan lebih baik ke depannya.


Baca Juga : Kasus Ibu-Ibu di Sumsel Bongkar Jalan Umum