Jakarta-Bangladesh dilanda kerusuhan besar yang mengakibatkan lebih dari seratus orang tewas, termasuk seorang warga negara Indonesia (WNI). Kericuhan ini juga berujung pada mundurnya Sheikh Hasina dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, posisi yang telah ia pegang selama 15 tahun. Insiden ini menandai salah satu periode paling mematikan dan penuh gejolak dalam sejarah modern Bangladesh.
Latar Belakang Kerusuhan
Kerusuhan yang terjadi di Bangladesh tidak muncul tiba-tiba, melainkan merupakan puncak dari serangkaian unjuk rasa yang telah berlangsung sejak awal Juli 2024. Demonstrasi awalnya dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan kuota pekerjaan pegawai negeri yang diterapkan oleh pemerintah. Kebijakan ini dianggap diskriminatif dan tidak adil, memicu protes luas dari berbagai kalangan masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu, tuntutan para demonstran berkembang menjadi seruan yang lebih besar agar Sheikh Hasina, yang telah memerintah Bangladesh selama lebih dari satu dekade, mundur dari jabatannya. Protes ini mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap pemerintahan Hasina, yang dianggap otoriter dan tidak responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Eskalasi Kerusuhan dan Mundurnya Sheikh Hasina
Pada Senin, 5 Agustus 2024, situasi di Bangladesh mencapai titik puncaknya ketika ribuan demonstran turun ke jalan-jalan di ibu kota Dhaka. Aksi protes yang semula damai berubah menjadi kerusuhan besar ketika massa bentrok dengan aparat keamanan yang dikerahkan untuk menjaga ketertiban.
Polisi dan petugas medis melaporkan bahwa sedikitnya 109 orang tewas dalam kerusuhan yang terjadi pada hari itu. Angka ini menjadikan 5 Agustus sebagai hari paling mematikan sejak gelombang protes dimulai. Secara keseluruhan, sejak awal Juli 2024, tercatat lebih dari 409 orang tewas dalam berbagai insiden terkait demonstrasi.
Di tengah kekacauan tersebut, Sheikh Hasina memilih untuk mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri dan melarikan diri ke luar negeri. Langkah ini dilakukan setelah para demonstran menolak mematuhi jam malam yang diberlakukan oleh militer dan terus membanjiri jalanan Dhaka. Hasina meninggalkan istananya di tengah seruan yang semakin keras dari rakyatnya untuk mengakhiri pemerintahannya.
Dampak Kerusuhan di Bangladesh
Setelah mundurnya Hasina, situasi di Dhaka semakin tidak terkendali. Ribuan demonstran menyerbu dan merusak kantor serta kediaman Perdana Menteri. Meskipun militer telah memberlakukan jam malam tanpa batas waktu dan membatasi akses internet dengan ketat, tindakan ini tidak berhasil meredam gelombang kerusuhan. Perkantoran ditutup, dan lebih dari 3.500 pabrik garmen—yang merupakan tulang punggung ekonomi Bangladesh—terpaksa menghentikan operasinya akibat situasi yang tidak aman.
Pemerintah Bangladesh merespons dengan mengerahkan pasukan militer dan polisi yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja ke berbagai lokasi di Dhaka. Barikade disertai kawat berduri dipasang di jalan-jalan utama menuju kantor Perdana Menteri. Namun, massa yang marah berhasil merobohkan barikade-barikade tersebut, menunjukkan bahwa situasi keamanan di ibu kota sudah sangat genting.
Korban Jiwa dan Dampak pada Warga Negara Indonesia
Di antara ratusan korban tewas dalam kerusuhan ini, terdapat seorang warga negara Indonesia (WNI). Kementerian Luar Negeri Indonesia telah mengonfirmasi kabar ini dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban. Identitas dan rincian lebih lanjut tentang WNI yang menjadi korban masih belum dirilis secara resmi. Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya untuk memastikan keselamatan warga negara lainnya yang berada di Bangladesh.
Tantangan di Depan bagi Bangladesh
Kerusuhan di Bangladesh bukan hanya sekadar pergolakan politik biasa, tetapi mencerminkan krisis yang lebih dalam terkait kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Mundurnya Sheikh Hasina, meskipun meredakan tekanan sejenak, menimbulkan pertanyaan besar mengenai masa depan negara ini. Siapa yang akan memimpin Bangladesh selanjutnya? Bagaimana cara negara ini pulih dari kekacauan yang telah menelan ratusan nyawa?
Bangladesh kini berada di persimpangan jalan. Dengan mundurnya Sheikh Hasina, negara ini harus menghadapi tantangan besar dalam menstabilkan situasi politik dan sosialnya. Masyarakat internasional, termasuk Indonesia, memantau perkembangan situasi ini dengan cermat, mengingat dampaknya yang bisa meluas ke kawasan Asia Selatan.
Pemerintah Bangladesh dan rakyatnya harus segera menemukan solusi yang damai dan berkelanjutan untuk mengakhiri krisis ini. Tanpa solusi yang jelas, kekacauan di Bangladesh bisa menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas dan kesejahteraan bangsa.